Belum sempurna rasanya jika ke Tanah Suci ini tak singgah di Jabal
Rahmah, bukit yang ada di seputaran Padang Arafah. Di bukit itulah Adam
dan Hawa bertemu kembali setelah berpisah ratusan tahun lamanya. Sampai
kini, bukit ini masih berbentuk batu cadas dengan sebuah tugu monumen di
puncaknya serta terdapat anak tangga dari beton untuk mencapai
puncaknya.
Kami pun menuju Jabal Rahmah. Perjalanan ini melewati wilayah Mina
dan Arafah yang tengah disibukkan oleh pendirian tenda-tenda. Jabal
Rahmah adalah bukit batu tanpa tetumbuhan, dihiasi batu-batu besar di
lerengnya. Jabal Rahmah berada di bagian timur Padang Arafah di kota
Mekkah Arab Saudi. Jabal berarti sebuah bukit atau gunung, sementara
Rahmah adalah kasih sayang.
Jabal Rahmah, Kisah Pertemuan Adam dan Hawa
Sesuai dengan namanya, bukit ini di yakini sebagai pertemuan antara
Nabi Adam dan Siti Hawa setelah mereka dipisahkan dan diturunkan dari
syurga oleh Allah selama bertahun-tahun setelah melakukan kesalahan
dengan memakan buah khuldi yang terlarang. Walaupun tidak ada nash yang
terkait dengan hal tersebut.
Konon berdasarkan cerita ahli sejarah, Nabi Adam diturunkan di
negeri India, sedangkan Siti Hawa diturunkan di Irak. Setelah keduanya
bertaubat untuk memohon ampun, akhirnya atas ijin Allah mereka
dipertemukan di bukit ini. Setelah pertemuan ini, Adam dan Hawa
melanjutkan hidup mereka dan melahirkan anak-anak keturunannya sampai
sekarang.
Peristiwa pentingnya adalah tempat turunnya wahyu yang terakhir
pada Nabi Muhammad saw, yaitu surat Al-Maidah ayat 3. Diriwayatkan bahwa
surah AI-Maa-idah ayat 3 diturunkan pada sesudah waktu asar yaitu pada
hari Jumat di padang Arafah pada musim haji Wada. “Pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.”
Haji wada’ adalah haji terakhir yang dilakukan Rasulullah sebelum beliau meinggal dunia.
Untuk menuju puncak Jabal Rahmah ini, kita bisa menempuhnya sekitar
15 menit dari dasar bukit. Bukit batu ini berada pada ketinggian kurang
lebih enam puluh lima meter yang puncaknya menjulang. Di bukit ini
terdapat sebuah monumen yang terbuat dari beton persegi empat dengan
lebar kurang lebih 1, 8 meter dan tingginya 8 meter. Menuju puncak bukit
ini pemerintah setempat telah membangun infrastruktur yang memadai
sehingga memudahkan bagi pengunjung untuk menikmatinya.
Infrastruktur ini berupa jalanan berbentuk tangga dengan 168
undakan menuju puncak tugu. Panas terik siang itu, kami yang merasa kuat
berusaha mendaki. Rupanya aku dan beberapa rekan mendaki dari sisi yang
tidak tepat. Bukan jalan resmi. Cukup sulit lantaran harus meloncat dan
memanjat batu-batu besar.
Berdiri di puncak, kita dapat mengedarkan pandangan yang luas. Di
salah satu sisi, terlihat hamparan padang Arafah yang mulai menghijau
dengan adanya pohon Sukarno.
Berada di puncak, kita dapat menyaksikan aneka tingkah polah
manusia. Ada yang hanya berkerumun dan melihat-lihat. Ada yang menulis
di batu atau di tugu. Memang pengunjung ditawari jasa menyewa spidol
untuk corat-coret. Walaupun sebenarnya hal tersebut dilarang oleh
pemerintah. Ada penjaga yang mengawasi dan melarang pengunjung melakukan
aktivitas corat-coret.
Namun ada saja yang berhasil mencuri iesempatan. Mungkin orang yang
menulis ikut mempercayai bahwa jika menuliskan namanya di jabal rahmah,
atau meninggalkan fotonya, akan kekal percintaannya. Keyakinan yang
sungguh sesat. Jangan ikut-ikutan ya...
Ada juga yang sedang berceramah, mungkin menerangkan pada
rekan-rekannya hal ikhwal tentang tempat tersebut, namun aku tidak
memahami bahasanya. Ada juga suami istri yang sholat. Padahal juga telah
diperingatkan bahwa tidak ada sunnahnya mendirikan sholat di jabal
Rahmah.
Lebih banyak adalah pengunjung yang berfoto. Sejak dalam bus,
pemandu sudah mengingatkan untuk tidak menerima tawaran tukang foto
lokal yang menawarkan jasa foto sekali jadi. Konon rawan penipuan,
seperti harganya dimahalkan. Atau dealnya sekali foto, tapi difoto
beberapa kali dan dipaksa untuk membayar.
Wallahu a’lam kebenarannya, karena kami tidak menggunkan jasa mereka.
Namun memang tukang foto ini selalu menawari pengunjung, bahkan terkesan
agak memaksa. Hal ini cukup mengganggu kenyamanan.
Banyak juga pengemis di sekitar jabal Rahmah. Sejak dari tempat
parkir, di kaki bukit, bahkan hingga ke punggung bukit dekat puncak.
Mereka berbaring di bawah panas terik, di sela bebatuan, di tengah
tangga naik.
Pedagang kaki lima juga tersebar di sepanjang tepi tangga naik dan
di halaman. Bermacam-macam barang dagangan yang digelar. Ada tasbih,
siwak, inai, peci dan lain-lain barang khas arab. Ada kerudung, jubah,
sandal, makanan. Sebagian penjual adalah perempuan kulit hitam yang
bercadar. Sepertinya mereka saling kenal, mereka mengobrol satu sama
lain sambil menanti pembeli.
Papan peringatan dipajang cukup besar dan jelas, memakai bahasa
Indonesia, bahasa Inggris, Arab dan bahasa lain. Hal ini untuk mencegah
penyimpangan aqidah, ibadah maupun akhlaq yang mungkin dilakukan oleh
pengunjung.